KSNNews.id|Banda Aceh, – Dalam rangka memperingati International Day of Awareness of Food Loss and Waste (IDAFLW) 2025 yang jatuh pada 29 September, gerakan Gotong Royong Atasi Susut dan Limbah Pangan (GRASP) 2030—sebuah inisiatif dari Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD)—menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Sinergi Multipihak dalam Mengurangi Susut & Sisa Pangan” pada 2–3 Oktober 2025. Acara ini berlangsung di Jakarta serta di 11 kota lain di Indonesia, dengan rangkaian kegiatan utama digelar di Nutrihub, community space Nutrifood.(03/10/2025)
Urgensi Susut & Sisa Pangan (SSP) di IndonesiaMenurut laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia menghasilkan sekitar 23–48 juta ton sampah makanan setiap tahun. Kerugian ini tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga menambah beban emisi gas rumah kaca serta mengancam ketahanan pangan, di tengah masih tingginya angka kerawanan pangan. Tantangan SSP tidak hanya bersifat teknis, seperti rantai pasok dan kapasitas bank makanan, namun juga menyangkutperilaku konsumsi masyarakat serta pola produksi yang belum efisien.
Komitmen Pemerintah
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) – Arief Prasetyo Adi, dalam sambutannya di acara puncak IDAFLW 2025 di Jakarta menyampaikan, “Indonesia berkomitmen mencapai target SDGs 12.3 sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2025–2029. Keberhasilan penanganan susut dan sisa pangan memerlukan komitmen dan kolaborasi lintas sektor. Bapanas telah menginisiasi Gerakan Selamatkan Pangan bersama berbagai mitra. Hanya dengan kolaborasi bermakna, kita bisa menurunkan angka SSP secara signifikan dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
”Sinergi Multipihak
Saat ini, GRASP 2030 telah menghimpun 45 signatories dari berbagai sektor: agribisnis, industri, pemerintah, horeka (hotel, restoran, kafe), ritel, NGO, CSO, hingga bank makanan.
Alken Ardova, Head of Area Marketing Aceh Nutrifood menekankan: “Isu SSP merupakan bagian penting dari rantai pasok kami. Melalui inisiatif Resource Efficient & Cleaner Production(RECP), kolaborasi dengan bank makanan, serta pengelolaan SSP melalui mitra biokonversi, kami konsisten menuju zero waste to landfill.
”Ade Moreno, Perwakilan Horeka menambahkan: “Kami menghadapi langsung potensi sisa makanan dalam jumlah besar. Karena itu, kami mulai menerapkan menu engineering, porsi yang lebih tepat, serta program donasi pangan. Dukungan regulasi dan kolaborasi lintas sektor akan membuat kontribusi horeka semakin nyata.”
Haikal, Perwakilan Bank Makanan, Rumoh Pangan Aceh menyoroti: “Surplus pangan yang berhasil kami himpun membantu banyak masyarakat membutuhkan. Namun tantangan masih ada pada distribusi dan kapasitas logistik. Kolaborasi lintas sektor penting agar redistribusi pangan lebih merata dan tepat sasaran.
”Seruan Aksi Bersama
Melalui momentum IDAFLW 2025, pemerintah, sektor swasta, bank makanan, komunitas, media, dan masyarakat luas diharapkan mengambil bagian dalam aksi nyata mengurangi susut dan sisa pangan. Dengan kolaborasi multipihak, Indonesia dapat berkontribusi pada pencapaian SDG 12.3, sekaligus membangun sistem pangan yang lebih tangguh, adil, dan berkelanjutan.
Tentang GRASP 2030
GRASP 2030 adalah wadah perjanjian sukarela (Voluntary Agreement) di Indonesia yang bertujuan untuk mendukung sistem produksi dan konsumsi pangan berkelanjutan yang diinisiasi oleh Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD). Inisiatif ini menyatukan para pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya kolaboratif untuk mengurangi Susut dan Sisa Pangan (SSP) hingga 50% pada tahun 2030, sejalan dengan SDG 2 (Zero Hunger) dan SDG 12.3 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab). /ksnnews.id