Kami Taat Tapi Mohon Solusi. Jeritan Rakyat Pedalaman Aceh Barat

  • Bagikan

KSNNEWS-Aceh Barat 2 Oktober 2025.

Siang itu di bantaran sungai kecamatan Pante Ceureumen, puluhan warga pedalaman berkumpul dekat alat berat excavator yang terparkir dibantaran sungai.

Mereka datang bukan untuk melawan, tapi untuk menyampaikan suara hati kepada awak media. Suara perut yang lapar, suara anak-anak korban konflik yang butuh sekolah dan suara janda-janda yang bergantung pada tambang emas yang dikerjakan oleh rakyat.

Aksi damai bertajuk “Peduli Tambang Rakyat” ini digelar Kamis siang (2/10/2025), hanya beberapa hari setelah Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), mengeluarkan ultimatum agar seluruh alat berat ditarik dari lokasi tambang emas yang diduga ilegal.

Warga mengaku sudah patuh. Semua ekskavator sudah keluar dari hutan. Tapi ketaatan itu menyisakan kegelisahan yang dalam.

Muhammad Yusuf (46) mantan panglima muda GAM Wilayah Kaway XVI Raya berdiri di depan kerumunan suaranya berat, tapi penuh rasa hormat saat menyebut nama Gubernur Aceh yang dulu juga adalah panglima perang di masa konflik.

“Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saleum yang mulia untuk panglima kami, Mualem,” katanya membuka ucapan. “Sesuai perintah Mualem, ekskavator sudah kami turunkan semua. Kami taat, karena Mualem adalah pemimpin kami.”

Namun, kata Yusuf, tambang bukan sekadar soal emas. Di balik gemerincing logam mulia itu ada nasi di meja makan, ada uang sekolah, ada biaya pesantren, dan ada kelangsungan hidup anak-anak korban konflik.
“Beko ini tempat masyarakat makan, terutama anak-anak korban konflik. Kalau tambang ini ditutup begitu saja, entah ke mana lagi nasib kami. ,” ucapnya disambut anggukan warga

Ia melanjutkan dengan getir, “Kami tak pernah minta bantuan pemerintah. Kami kerja sendiri, walaupun hanya Seratus Ribu per hari, itu sudah cukup buat biaya sekolah dan dapur kami.” Keluhnya

Di sudut kerumunan, suara seorang perempuan pecah dalam isak. Namanya Mardiati (38), seorang ibu dari desa Sikundo ia bercerita,

“Dengan adanya beko, Alhamdulillah hidup kami sangat terbantu,” katanya sambil menahan air mata. “Kami di sini banyak janda, banyak fakir miskin. Kalau tambang ini ditutup, kami tak sanggup lagi bekerja manual. Mana mungkin kami korek batu dengan tangan? Kami perempuan, kami lemah. Tapi anak-anak kami butuh makan, butuh sekolah.”

Ia mengisahkan bahwa dari hasil tambang, para ibu bisa membiayai anaknya ke pesantren, bahkan ada yang kuliah. “Kalau tambang ditutup, entah dari mana lagi kami bisa bayar. Kami mohon kepada Bapak Gubernur, jangan tutup tambang ini. Kasihan anak-anak kami,” ucapnya lirih,

Sebelumnya, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf  telah mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 8/INSTR/2025 tentang Penataan dan Penertiban Perizinan dan Non-Perizinan Berusaha Sektor Sumber Daya Alam. Instruksi itu ditegaskan setelah rapat bersama Forkopimda di Meuligoe Gubernur pada 30 September 2025.

Mualem menekankan, penertiban tambang ilegal bukan untuk menyengsarakan rakyat, melainkan demi menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan Pendapatan Asli Aceh (PAA). Ia berjanji tambang-tambang rakyat nantinya akan ditata, dilegalkan dan dikelola melalui badan usaha berbasis masyarakat seperti koperasi gampong.

“Dengan penataan yang baik, tambang-tambang ilegal ini akan kita legalkan. Para penambang akan lebih nyaman bekerja serta ikut menyumbang bagi Pendapatan Asli Aceh,” tegasnya lewat kanal resmi YouTube Pemerintah Aceh.

Penulis: dytEditor: Cokie
  • Bagikan